Baca, tulis, hitung, alias calistung digunakan sebagai salah satu
instrumen tes masuk di sejumlah SD swasta. Ada yang menjadikannya
sebagai salah satu patokan untuk penerimaan, namun ada juga yang hanya
menjadikan tes itu sebagai cara untuk mengetahui kemampuan calon
siswanya. Nah apa kata orang tua tentang calistung di tes masuk SD ini?
"Kalau
tes calistung nggak setuju. Tapai kalau wawancara atau psikotes setuju
karena penting banget untuk tahu seorang anak sudah siap masuk SD atau
belum. Soalnya banyak orang tua yang anaknya belum siap tapi dipaksa,
akhirnya anaknya tantrum di sekolah dan mengganggu proses belajar
mengajar," kata Dian, seorang ibu dari dua anak kepada detikHealth, Rabu
(12/2/2014).
Menurut Dian, saat tes masuk, tidak seharusnya anak
dibebani banyak hal dan berharap terlalu banyak pada si anak. Bahkan
kalau mungkin anak diberi kesempatan untuk mencoba belajar di sekolah
tersebut (trial). "Jadi si anak nggak kaget sama ritme sekolah di sana,"
imbuhnya.
Ramadani juga tidak setuju jika calistung digunakan
sebagai tes yang menentukan diterima tidaknya anak di sekolah tertentu.
Sebab menurutnya keterampilan itu justru diajarkan di SD. Kendati
beberapa anak sudah bisa calistung sejak TK, namun tak dipungkiri masih
ada anak yang belum mendapat kemampuan tersebut.
"Saat anak saya
mau masuk SD memang ada calistung, tapi itu hanya untuk memposisikan
anak. Kalau yang sudah lancar calistung nanti masuk ke kelas yang sama.
Kalau belum lancar dikumpulkan di kelas lain, jadi bisa lebih diajarkan
keterampilan itu oleh gurunya," sambung ayah 3 anak itu.
Sementara
itu Evien setuju jika calistung dilakukan oleh anak sebelum masuk
sekolah. Menurut pendapatnya, dengan tes tersebut bisa diketahui
kemampuan anak apakah nantinya bisa mengikuti pelajaran atau tidak.
"Karena
kan dasarnya membaca, menulis, dan berhitung. Karena itu perlu juga ada
tes seperti itu. Kasihan anaknya kalau belum bisa calistung, sementara
teman-temannya sudah bisa, jadinya dia ketinggalan," ucapnya.
Hal senada disampaikan Rina. "Kasihan nanti anaknya kalau belum bisa calistung, sedangkan yang lain sudah," katanya.
Tambur,
petugas penerimaan siswa baru di SD Bunda Mulia, Jakarta Pusat,
menyebut sekolahnya mengadakan tes calistung untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan membaca, berhitung, dan menulis anak. Sehingga ketika
terdapat kekurangan pada anak, pihak sekolah dapat memberitahukan kepada
orang tua untuk lebih mempersiapkan anaknya sebelum memasuki tahun
ajaran baru.
"Ini juga untuk menentukan uang pangkal. Karena di
sini jika hasil tesnya semakin bagus maka uang pangkalnya pun akan
semakin murah," ujarnya.
Bukankah calistung bisa dipelajari saat
sekolah sudah berjalan? "Untuk saat ini karena kurikulum semakin tinggi,
jadi anak sewaktu masuk sekolah sudah harus bisa membaca, berhitung,
dan menulis. Karena kan bukunya juga bukan buku ejaan, jadi sudah tidak
seperti dulu. Bukannya membaca, berhitung, dan menulis tidak dipelajari.
Dipelajari juga, tetapi saat masuk siswa sudah harus bisa membaca,
berhitung, dan menulis," terang Tambur.
Sedangkan Mansur, petugas
Tata Usaha Al-azhar 13 Rawamangun, Jakarta Timur menyebut sekolahnya
tidak melakukan tes pada calon siswa. Yang dilakukan hanyalah observasi
untuk melihat motorik kasar, motorik halus, indra pendengaran, indra
penglihatan, kemampuan berbahasa, kemampuan berpikir, dan lain-lain.
"Tujuannya untuk melihat kesiapan anak dalam menghadapi kurikulum kita,"
ujarnya.
Apa kata psikolog tentang calistung di ujian masuk SD?
Psikolog anak, Vera Itabiliana, menjelaskan masa sensitif anak untuk
belajar membaca dan menulis adalah usia 5-6 tahun. Dikatakan masa
sensitif, karena di usia tersebut anak lebih mudah untuk belajar.
"Sebenarnya
saya masih percaya tugas belajar baca, tulis, hitung itu di SD. Paling
nggak kalau mau masuk SD tidak harus lancar baca, tapi sudah mengenal
huruf, merangkai suku kata, itu sudah cukup," jelas Vera.
Terkait
adanya tes masuk SD, menurut dia, tes semacam itu disebut tes
kematangan atau kesiapan sekolah. Jadi yang lebih dilihat dalam tes itu
adalah kesiapan anak, sosialisasi, dan kematangan emosi. "Misal ada anak
yang masih di bawah 6 tahun atau di bulan Juli masih 5,5 tahun,
direkomendasikan untuk ditunda dulu sampai emosinya siap. Ini yang lebih
dibutuhkan," kata Vera.
Soal akademis seperti nilai
calistungnya, ucap Vera, anak bisa mengejarnya. Namun jika berhubungan
dengan kematangan emosi, hal itu tidak bisa 'dikarbitkan'. "Ada yang
pintar calistung itu oke, tapi emosi belum matang. Misal ada anak yang
masih harus ditemani saat masuk ruang tes, lalu mogok sekolah
setelahnya, itu tandanya belum matang," ucap Vera.
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar